Pemerintah Kota Pekanbaru telah menyerahkan rancangan Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pekanbaru. Rencana tata ruang yang bersifat umum ini telah lama ditunggu-tunggu oleh berbagai pihak karena dianggap merupakan pedoman penting dalam pengaturan pembangunan kota.
Sebenarnya anggapan bahwa RTRW adalah pedoman penting tidaklah salah. Hanya saja rasanya terlalu naif jika kemudian seluruh pembangunan kota dibebankan pada dokumen rencana yang sifatnya masih umum.
Keberadaan Rencana yang bersifat umum merupakan penjabaran daerah terhadap visi dan misi kota kedalam suatu bentuk spasial. Di dalamnya terdapat kebijakan-kebijakan yang mengarahkan pengaturan kependudukan hingga pada kebijakan pemanfaatan ruang di dalam wilayah Kota Pekanbaru.
Di dalam ranperda RTRW Kota Pekanbaru yang diajukan kepada DPRD Kota Pekanbaru, rencana tata ruang tersebut diharapkan dapat menjadi arah pembangunan untuk 20 tahun yang akan datang. Di dalam RTRW itu juga menyebutkan pengendalian jumlah penduduk pada angka 1,5 juta jiwa pada akhir tahun 2026.
Mengapa pengendalian?
Kota Pekanbaru yang merupakan ibu kota Propinsi Riau memiliki laju pertumbuhan penduduk rata-rata 3,9-4,18 % per tahun (angka perkiraan yang sering muncul di laporan-laporan kota). Angka ini jelas jauh diatas angka rata-rata nasional yang tidak sampai 3 % per tahun. Pertumbuhan penduduk yang tinggi ini disumbangkan oleh laju migrasi yang tinggi. Artinya, Pekanbaru merupakan kota tujuan yang sangat menarik bagi orang-orang yang tinggal di sekitarnya (atau bahkan lebih jauh dari itu).
Pengendalian jumlah penduduk dilakukan untuk menjaga kualitas Kota Pekanbaru pada waktu 20 tahun yang akan datang. Bertambahnya jumlah penduduk berarti bertambahnya jumlah kebutuhan akan infrastruktur dan fasillitas perkotaan. Bertambahnya kebutuhan ini akan berhadapan dengan kemampuan pemerintah daerah untuk menyediakan atau merangsang penyediaan fasilitas tersebut. Pertambahan jumlah penduduk juga identik dengan pertambahan jumlah masalah sosial. Pertambahan penduduk yang tidak dikendalikan, ditambah dengan ketidaksiapan pengelola kota menghadapi kondisi tersebut akan berakibat pada penurunan kualitas kota tersebut.
Karena itu, pengendalian jumlah penduduk yang tersebut dalam RTRW Kota Pekanbaru bukan hanya "tempelan' atau sekedar memenuhi syarat kelengkapan suatu dokumen rencana. Hal ini seharusnya menjadi perhatian banyak pihak.
Sayang sekali selama ini, RTRW (atau RUTR) sering kali diidentikkan dengan pola pemanfaatan ruang dan hanya ini. Padahal RTRW merupakan dokumen yang lengkap untuk seluruh sektor pembangunan dan dasar penetapan pemanfaatan ruangnya adalah kondisi penduduk yang akan dilayani pada akhir masa perencanaan. Dengan menetapkan target penduduk yang akan dilayani, barulah perencanaan pemanfaatan ruang dapat disusun dan diatur.
Namun, kembali seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pembangunan kota belumlah dapat begitu saja diarahkan dan dikendalikan hanya dengan dokumen RTRW. Masih harus ada beberapa perangkat tambahan agar RTRW dapat dilaksanakan secara konsisten. Dan tentu saja rencana masih dapat dievaluasi atau bahkan direvisi, dengan alasan dan dasar-dasar yang tepat tentu saja, seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.